Jumat, 19 Februari 2016

Educational Theory (Teori Pendidikan)

Kata pendidikan berasal dari Bahasa Yunani Paedagogus yang berarti ilmu yang berkaitan dengan anak. Dalam Bahasa Inggris, kata pendidikan dikenal dengan Education. Istilah Education dalam kamus Oxford Learner’s Pocket Dictionary diartikan sebagai pelatihan dan pembelajaran. Crow dan Crow (1994: 2-4) memaknai pendidikan sebagai suatu proses kegiatan yang disesuaikan dengan kondisi individu untuk membekali kehidupan sosial dan mewariskan adat lingkungannya. Hal ini senada dengan pendapat dari Dwi Siswoyo (2011: 1) mengenai upaya memanusiakan manusia melalui pendidikan yang didasarkan atas pandangan hidup atau filsafat hidup, latar belakang sosiokultural tiap-tiap masyarakat, serta pemikiran-pemikiran psikologis tertentu. Meskipun pendidikan diselenggarakan secara universal, namun masyarakat akan memaknai pendidikan sebagai suatu wadah untuk mewariskan pandangan atau filsafat hidup sesuai dengan kondisi dari masyarakat itu sendiri. Ki Hajar Dewantara dalam Arif Rohman (2013: 8) mengemukakan bahwa pendidikan adalah usaha manusia untuk menuntun anak, baik sebagai individu maupun sebagai anggota kelompok masyarakat, sesuai kodratnya untuk mencapai kesempurnaan hidup. Arif Rohman (2012: 1) mengemukakan bahwa pendidikan dapat dipahami sebagai serangkaian upaya masyarakat dalam rangka mewujudkan kualitas anggota-anggotanya agar dapat menjadi manusia dewasa. Dewasa dalam hal ini menjadi suatu tujuan dalam cita-cita pendidikan. Pendapat ini berkaca dari pendapat Langeveld yang mengharapkan pendidikan dapat membawa manusia pada kedewasaan. Kedewasaan yang dimaksud di sini meliputi dimensi: a) individualitas, yang tercermin pada sifat dan sikap pada individu; b) sosialitas, yang tercermin dalam sikap dan perilaku sosial atau hal berkaitan dengan orang lain; c) rasionalitas, dapat dilihat dari cara berpikir seseorang terhadap suatu hal; d) religiusitas, yang terkait dengan sikap dan perilaku yang berkaitan dengan agama; dan e) moralitas, hal ini tercermin dari sikap dan perilaku tentang nilai-nilai moral baik lingkungan maupun internasional. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan dimaknai sebagai: “Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara” Imam Barnadib dan Sutari (1996: 13) membedakan makna pendidikan dalam arti umum dan khusus. Dalam arti umum, pendidikan merupakan suatu usaha yang dilakukan untuk mencapai tingkat hidup yang lebih tinggi. Sedangkan dalam arti khusus, pendidikan dimaknai sebagai bimbingan dari orang dewasa kepada orang yang belum dewasa untuk mencapai tujuan pendidikan. Sejalan dengan pendapat tersebut, Suparlan Suhartono (2009: 42-50) juga membedakan arti pendidikan menurut sudut pandang luas dan sempit. Arti pendidikan menurut sudut pandang luas dipahami sebagai pembudayaan kehidupan manusia sehingga manusia mendapatkan arti dirinya sebagai manusia. Dengan kata lain, pendidikan adalah suatu sistem enkulturasi untuk menjadikan manusia sebagai manusia yang beradab dan berbudaya. Proses penyelenggaraan pendidikan dituntut mampu mendorong seseorang untuk terus belajar akan suatu hal di lingkungan sosialnya. Keadaan ini kemudian mempengaruhi sikap dan perilaku individu, baik secara fisik, spiritual, sosial, maupun religiusitasnya. Proses inilah yang dimaksud sebagai enkulturasi. Lebih lanjut, Suparlan Suhartono menjelaskan mengenai identifikasi karakteristik pendidikan dalam arti luas menjadi:
  1. Pendidikan berlangsung sepanjang zaman (life long education).Pendidikan merupakan proses yang terus menerus yang berlangsung dalam kehidupan. Dalam aktivitas kehidupan, akan selalu terjadi proses pendidikan.
  2. Pendidikan berlangsung disetiap lini kehidupan. Selain berlangsung sepanjang hayat, pendidikan juga terkandung dalam aspek-aspek kehidupan, baik dalam kondisi diciptakan maupun secara alami.
  3. Pendidikan berlangsung disegala tempat atau di mana saja, maupun disetiap waktu atau kapan saja. Artinya, proses pendidikan tidak mengenal waktu dan tempat.
Sedangkan arti pendidikan menurut sudut pandang sempit yaitu seluruh kegiatan yang direncanakan dan dilaksanakan secara teratur serta terarah di lembaga pedidikan sekolah. Penjelasan lebih lanjut, Suparlan Suhartono mengartikan pendidikan sebagai usaha sadar dan terencana yang dilaksanakan oleh institusi persekolahan (school education) untuk membimbing dan melatih peserta didik agar tumbuh kesadaran tentang eksistensi kehidupan dan kemampuan menyelesaikan setiap persoalan kehidupan yang selalu muncul. Arti pendidikan ini secara sederhana dikatakan sebagai sekolah yang merupakan tempat untuk melanjutkan pendidikan keluarga dan masyarakat. Melalui sekolah siswa diharapkan memiliki kecakapan dan ketrampilan sebagai bekal untuk menghadapi permasalahan hidup. Berikut ini adalah karakteristik pendidikan dalam arti sempit.
  1. Pendidikan berlangsung dalam masa terbatas, yaitu masa kanak-kanak, remaja, dan dewasa;
  2. Pendidikan berlangsung dalam ruang terbatas, misalnya di sekolah dan sesuai dengan jadwal;
  3. Pendidikan berlangsung dalam suatu lingkungan khusus yang sengaja diciptakan dalam bentuk kelas demi keefektifan dan keefisienan proses pembelajaran;
  4. Isi pendidikan disusun secara sistemik dan terprogram dalam bentuk kurikulum; dan
  5. Tujuan pendidikan ditentukan oleh pihak luar, dalam hal ini adalah sekolah.
Berdasarkan penjelasan tersebut, baik dari sudut pandang luas maupun sempit, Suparlan Suhartono menarik kesimpulan bahwa pendidikan merupakan kegiatan simultan di seluruh aspek kehidupan manusia, yang berlangsung di segala lingkungan di mana ia berada, disegala waktu, dan merupakan hak dan kewajiban bagi siapa pun, serta terlepas dari diskriminasi apa pun. Pendidikan menjadi suatu hal yang sakral dalam kehidupan. Pengaruhnya yang sangat kuat dalam kehidupan membuat para ahli
pendidikan merancang sedemikian rupa wujud pendidikan menjadi suatu hal yang disengaja bukan lagi merupakan proses alamiah. Hal ini terbukti dengan dirumuskannya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Berdasarkan undang-undang tersebut, pendidikan nasional memiliki tujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Dalam Kongres PPKI di Surabaya pada tanggal 31 Agustus 1928, Ki Hajar Dewantoro dalam H. A. R.Tilaar (2012: 43) mengatakan:

“Pengaruh pengajaran itu umumnya memerdekakan manusia atas hidupnya lahir, sedangkan hidup batin itu terdapat dari pendidikan. Manusia merdeka yaitu manusia yang hidupnya lahir atau batin tidak tergantung kepada orang lain, akan tetapi berdasar atas kekuatan sendiri. “

Manusia terlahir dengan ketidakberdayaannya sebagai makhluk yang perlu dibimbing atau diberi pendidikan. Perkembangan hidupnya pertama kali diajarkan oleh orang tuanya disusul kemudian lembaga-lembaga pendidikan serta masyarakat. Lembaga pendidikan seyogyanya tidak berperan sebagai pembentuk kepribadian manusia, melainkan menjadi fasilitator dalam mengembangkan apa yang telah ada dalam diri peserta didik. Dengan demikian, manusia dapat memberdayakan dirinya baik bagi kepentingannya sendiri maupun bagi alam sekitarnya. Prinsip mendasar proses pendidikan menurut Romo Mangun dalam H. A. R.Tilaar (2012: 63-65) adalah sebagai berikut.
  1. Peserta didik mempunyai keinginan untuk mengeksplorasi dirinya dan alam sekitarnya;
  2. Peserta didik dilahirkan dengan berbagai kemampuan seperti ingin untuk berdiri sendri, ingin berkomunikasi dan mengembakan bakat kebersamaannya dengan sesama temannya;
  3. Kondisi tempat proses pendidikan berlangsung haruslah dalam suasana kekeluargaan; dan
  4. Peranan diri sendiri (self government).
Dari berbagai definisi dan penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa tujuan pendidikan adalah untuk kebaikan manusia itu sendiri sebagai makhluk ciptaan Tuhan. Maka dari itu, dapat disimpulkan bahwa pendidikan merupakan proses pembekalan nilai-nilai kehidupan agar manusia dapat menjadi makhluk yang dikehendaki Tuhan. Pendidikan merupakan suatu kebutuhan bagi setiap manusia. Berdasarkan UU Sisdiknas terdapat tiga jalur pendidikan. Jalur pendidikan tersebut terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal. Artinya, penyelenggaraan pendidikan dapat dilakukan secara formal, nonformal maupun informal. Penyelenggaraan pendidikan tersebut perlu diatur dalam suatu kebijakan pendidikan. Hal ini ditujukan agar, proses penyelenggaraan pendidikan dapat mengantarkan pada tujuan nasional Indonesia yang bercita-cita mencerdaskan kehidupan dunia. Dengan menjadi manusia yang dikendaki Tuhan, maka melalui pendidikan manusia dapat memahami nilai-nilai kehidupan.

Sumber:
  1. Arif Rohman. (2013). Memahami Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: Aswaja Pressindo.
  2. Crow&Crow. (1994). Pengantar Ilmu Pendidikan Edisi III. Yogyakarta: Rake Sarasin.
  3. Dwi Siswoyo. (2011). Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press.
  4. H.A.R. Tilaar & Riant Nugroho. (2012). Kebijakan Pendidikan: Pengantar untuk Memahami Kebijakan Pendidikan dan Kebijakan Pendidikan sebagai Kebijakan Publik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
  5. Imam Barnadib&Sutari Imam Barnadib. (1996). Beberapa Aspek Substansial Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: Andi Yogyakarta.
  6. Suparlan Suhartono. (2009). Wawasan Pendidikan: Sebuah Pengantar Pendidikan. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar