Diare
merupakan salah satu penyakit penyebab kematian tertinggi di Indonesia,
sehingga Dinas Kesehatan mencanangkan beberapa program untuk menanggulangi
terjadinya peningkatan kasus diare yang didasari oleh aspek preventif, kuratif
dan rehabilitatif. Aspek preventif lebih diprioritaskan karena secara
signifikan mampu menurunkan angka kejadian diare. Bidang yang sangat berperan
dalam aspek preventif ini adalah bidang promosi kesehatan. Melalui
kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh bidang promosi kesehatan diyakini dapat
mengakselerasi penurunan angka kejadian diare khususnya pada balita (Depkes RI,
2006).
Sementara
itu banyak penelitian tentang penatalaksanaan diare itu sendiri, baik secara
medis maupun secara tradisional. Dalam dunia medis biasanya digunakan
obat–obatan tertentu misalanya: predipson, loperamid, dan banyak jenis obat –
obatan lainnya yang digunakan untuk menangani diare. Selain itu, terapi cairan
digunakan sebagai penanganan utama pada diare. Hal ini dilakukan untuk mencegah
terjadinya dehidrasi cepat (Brunner & Suddart, 2002). Sedangkan untuk
penanganan diare secara tradisional, masyarakat biasanya menggunakan tanaman
berkhasiat obat, karena obat tradisonal diyakini mempunyai efek samping yang
relatif lebih sedikit dari pada obat-obatan farmakologi (Mahendra, 2008). Untuk
tanaman obat, masyarakat lokal Indonesia sudah mengetahui tentang khasiat obat
suatu tumbuhan. Mereka umumnya memiliki pengetahuan tradisional dalam
penggunaan tumbuhan berkhasiat obat untuk mengobati penyakit tertentu
(Supriadi, 2001). Begitu juga kecenderungan masyarakat dunia untuk kembali ke
alam dan data yang ada menunjukkan bahwa sekitar 80% penduduk dunia
memanfaatkan obat tradisional yang bahan bakunya berasal dari tumbuhan. Keadaan
ini menunjukkan pentingnya peranan tumbuhan obat bagi perkembangan kesehatan
masyarakat di seluruh dunia (Supriadi, 2001). Namun makalah ini tidak akan
membahas lebih jauh mengenai obat yang tepat untuk penanganan kasus diare,
melainkan lebih fokus pada kebijakan apa yang tepat untuk direkomendasikan
berdasarkan data kasus diare tersebut melalui pendidikan.
Penyakit
diare sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Kabupaten
Sleman, walaupun secara umum upaya penanggulangannya telah semakin baik dengan
terbukti angka kesakitan yang makin menurun. Pada tahun 2001 Incidens Rate (IR)
diare mencapai 21,9 per 1000 penduduk, kemudian makin menurun hingga IR pada
tahun 2006 mencapai 16,69 per 1000 penduduk.
Pada
tahun 2008 diketemukan sejumlah 12.724 kasus diare (IR =13,55 per 1000
penduduk) dengan 5.419 (36,74%) diantaranya kasus diare pada balita, dan 100%
diare pada Balita tersebut telah ditangani sehingga kematian Balita karena
diare dilaporkan nihil.
Pada
tahun 2009 diketemukan sejumlah 12.448 kasus diare (IR =13,05 per 1000
penduduk) dengan 4.117 (33,07%) diantaranya kasus diare pada balita, pada tahun
2010 diketemukan kasus sebanyak 14.664 kasus diare (IR=13,44) pada tahun 2012
ditemukan sebanyak 42.545 kasus diare dengan insidens rate mencapai 18,3
sedangkan pada tahun 2012 ditemukan sebanyak 16.242 kasus diare dengan insidens
rate mencapai 34,8. Dari kasus yang ada tersebut pencapaian penanganan kasus
diare mencapai 32,2% dari perkiraan kasus sebanyak 46.721 kasus dan berhasil
ditangani sebesar 15.041 kasus. Kematian pada Balita tahun 2012 karena diare
dilaporkan ada 2 orang. Kasus penyakit diare lebih banyak disebabkan karena
kurangnya higiene sanitasi dan perilaku masyarakat dalam mengelola makanan dan
minuman seperti banyaknya jajanan makanan dan minuman yang kurang memperhatikan
aspek kebersihan sehingga berakibat menjadi penyakit diare.
Grafik 16 Incidence Rate Kasus Diare di Kabupaten Sleman Tahun 2002 s/d 2012
Dalam program P2 Diare di Pencegahan
dan Pemberantasan Penyakit dan Lingkungan tidak bisa lepas dari program dan
kegiatan di lintas seksi/bidang lainnya, seperti untuk pelaksanaan pencegahan
penyakit dengan promosi Perilaku Hidup Bersih & Sehat (PHBS) oleh Bidang
Yankesmas, sedangkan untuk pengobatan penyakit dengan penyediaan Oralit dan
obat-obatan diare pada sarana pelayanan kesehatan yang ada.
Sumber:- Badan Pusat Statistik Kabupaten Sleman. (2013). Data Kependudukan Kabupaten Sleman.
- Departemen Kesehatan Kabupaten Sleman. (2013). Profil Kesehatan Kabupaten Sleman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar