Kabupaten
Sleman terletak diantara 107o 15’ 03’’ dan 100 29’ 30’’ lintang selatan.
Wilayah Kabupaten Sleman berketinggian antara 100–2500m dari permukaan laut.
Jarak terjauh utara–selatan ± 32 km, timur–barat ±35 km.
Luas
wilayah Kabupaten Sleman seluas 18 % dari luas wilayah Pemda DIY atau seluas
574,82 ha. Dari luas wilayah tersebut termanfaatkan untuk tanah sawah seluas
23.426 ha (40,75%), tanah tegalan seluas 6.429 ha (11,18%), tanah pekarangan
seluas 18.704 ha (32,69%), hutan rakyat seluas 1.592 ha (2,77%), hutan negara
seluas 1.335 ha (2,32%) kolam seluas 370 ha (0,64%) dan lain-lain seluas 5.536
ha (9,63%).
Secara
administratif Kabupaten Sleman terdiri dari 17 kecamatan dengan 86 desa dan
1212 dusun, dengan jumlah 2.890 RW dan 6.961 RT dari 86 desa dengan jumlah
penduduk pada pertengahan tahun 2012 sebesar 1.120.417 jiwa, terdiri laki-laki
560.835 jiwa dan perempuan 559.582 jiwa. Tingkat kepadatan penduduk 1.949
jiwa/km2, rasio jenis kelamin laki-laki per wanita sebesar 100,22 dengan laju
pertumbuhan penduduknya 0,9%, rasio beban tanggungan kelompok produktif per
kelompok tidak produktif 52,91% artinya setiap 100 orang produktif menanggung
sebanyak 52 orang tidak produktif, dan rata-rata jumlah jiwa per KK (family
size) 3-4 jiwa/KK.
Grafik 1. Distribusi Penduduk Menurut Kecamatan Di Kabupaten
Sleman Tahun 2012
Berdasarkan batas wilayah Kabupaten
Sleman meliputi bagian utara berbatasan dengan kabupaten Boyolali dan Kabupaten
Magelang Propinsi Jawa Tengah dengan gunung merapi sebagai puncaknya, bagian
Timur berbatasan dengan Kabupaten Klaten Propinsi Jawa Tengah, bagian selatan
berbatasan dengan Kabupaten Bantul dan kota Yogyakarta, Propinsi DIY dan bagian
barat berbatasan dengan Kabupaten Kulon Progo Propinsi DIY dan Kabupaten
Magelang Propinsi Jawa Tengah. Secara umum lokasi Kabupaten Sleman dapat di
lihat dalam gambar sebagai berikut:
Gambar 1. Peta Lokasi Kabupaten Sleman
Kecamatan
yang paling banyak penduduknya adalah Depok (183.710 jiwa) atau 12,5 % dari
jumlah penduduk kabupaten, kemudian disusul Kecamatan Ngaglik, Kecamatan Mlati,
Kecamatan Gamping, Kecamatan Kalasan, Kecamatan Godean, dan Kecamatan Sleman.
Sedangkan kecamatan lainnya yang jumlah penduduknya dibawah 30.000 jiwa yaitu
Kecamatan Cangkringan sebanyak 29.338 jiwa dan Kecamatan Minggir sebanyak
28.529 jiwa.
Adapun
jumlah penduduk per Puskesmas di Kabupaten Sleman tahun 2012 adalah sebagai
berikut:
Grafik 2. Jumlah Penduduk
Per Puskesmas Kabupaten Sleman tahun 2012
Dengan melihat grafik 2 maka jumlah
penduduk tertinggi terletak di Puskesmas Depok III, kemudian disusul Puskesmas
Kalasan selanjutnya Puskesmas Sleman. Sedangkan jumlah penduduk terendah berada
di wilayah Puskesmas Tempel II dan Ngemplak I.
Tabel 1: Jumlah Penduduk, Jumlah KK, Rata-Rata Jiwa/KK dan
Kepadatan Penduduk Pada Tahun 2000 s/d Tahun 2012
Sumber: Data BPS
Kabupaten Sleman Tahun 2012
Struktur
penduduk di Kabupaten Sleman tahun 2012 tergolong produktif, artinya proporsi
penduduk usia 15-64 tahun mempunyai proporsi terbesar (70%) hal ini juga
terlihat dari angka beban ketergantungan yakni ratio jumlah penduduk usia
produktif (15-64 tahun) dengan jumlah penduduk usia tidak produktif (0-14 th
dan > 65 tahun lebih) sekitar 30%. Dengan melihat data diatas berarti 100
penduduk usia produktif menanggung 53 orang penduduk usia tidak produktif.
Distribusi penduduk di Kabupaten Sleman tahun 2012 menurut golongan umur
sebagai berikut:
Tabel 2: Penduduk Kabupaten Sleman Menurut Golongan Umur
Tahun 2012
Grafik 3. Piramida penduduk menurut golongan umur Kabupaten
Sleman Tahun 2012
Diare
merupakan penyakit yang menjadi salah satu keluhan pada orang dewasa. Di dunia,
setiap tahunnya diperkirakan 99 juta kasus diare akut atau gastroenteritis akut terjadi pada orang
dewasa (Simadibrata & Daldiyono, 2009). Tingginya angka kejadian diare
mengakibatkan diare sampai saat ini menjadi masalah kesehatan dunia terutama di
negara berkembang (Adisasmito, 2007). Frekuensi kejadian diare pada negara
berkembang lebih banyak 2-3 kali lipat di bandingkan dengan negara maju (Simadibrata &
Daldiyono, 2009). Sebagai negara berkembang Indonesia tidak luput dari
masalah diare. Pada tahun 2010 penderita gastroenteritis pada 15 provinsi di
Indonesia sebanyak 8.543 orang dan 2,6 % penderita meninggal dunia (Kemenkes
RI, 2011).
Masih
tingginya angka kesakitan diare disebabkan karena kesehatan lingkungan yang
belum memadai, status gizi, kepadatan penduduk, tingkat pencapaian pendidikan,
keadaan sosial ekonomi, dan perilaku masyarakat yang secara langsung dan tidak
langsung mempengaruhi penyakit diare (Palupi, 2009). Beberapa faktor penyebab
diare adalah bakteri, virus, parasite dan non-infeksi (Simadibrata &
Daldiyono, 2009), sehingga penularan utama untuk patogen diare adalah tinja dan
mulut, dengan makanan dan air yang merupakan penghantar untuk kejadian diare
(Nelson, 2000).
Akibat
yang ditimbulkan oleh penyakit diare ini adalah semakin tingginya angka
morbiditas dan mortalitas (Depkes RI 2011). Selain itu penyakit diare
mengakibatkan malnutrisi yang berujung pada kematian (Palupi, 2009). Dehidrasi
yang terjadi pada penderita diare disebabkan karena usus tidak bekerja
sempurna, sehingga air dan zat–zat yang terlarut didalamnya terbuang bersamaan
dengan tinja sampai akhirnya tubuh kekurangan cairan (Harianto, 2004).
Kabupaten Sleman
sendiri juga memiliki kasus diare yang masih dalam penanganan. Hal ini
berdasarkan hasil laporan kesehatan yang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten Sleman Tahun 2013. Penanganan diare merupakan salah satu masalah yang
juga berkaitan dengan bidang pendidikan seperti yang telah dikemukakan
sebelumnya bahwa adanya kasus diare juga dipengaruhi oleh tingkat pendidikan
masyarkat. Maka dari itu, diperlukan analisis data berdasarkan data kasus diare
untuk mendapatkan rekomendasi kebijakan pendidikan yang tepat.
Sumber:
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar