Adapun
penjelasan beberapa Pasal yang dapat mengakomodir perbuatan pungutan liar
adalah sebagai berikut:
1. Pasal 368 KUHP
“Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri
sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa orang lain dengan
kekerasan atau ancaman kekerasan, untuk memberikan sesuatu barang, yang
seluruhnya atau sebagian adalah milik orang lain, atau supaya memberikan hutang
maupun menghapus piutang, diancam, karena pemerasan, dengan pidana penjara
paling lama sembilan tahun.”
2. Pasal 423 KUHP
“Pegawai negeri yang dengan maksud menguntungkan diri
sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan menyalahgunakan
kekuasaannya memaksa orang lain untuk menyerahkan sesuatu, melakukan suatu
pembayaran, melakukan pemotongan terhadap suatu pembayaran atau melakukan suatu
pekerjaan untuk pribadi sendiri, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya
enam tahun.”
Menurut ketentuan yang diatur dalam Pasal 12
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,
kejahatan yang diatur dalam Pasal 423 KUHP merupakan tindak pidana korupsi,
sehingga sesuai dengan ketentuan pidana yang diatur dalam Pasal 12 huruf e dari
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1999, pelakunya dapat dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau
dengan pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama dua puluh
tahun dan pidana denda paling sedikit dua puluh juta rupiah dan paling banyak
satu miliar rupiah.
Tindak pidana yang diatur dalam Pasal 423 KUHP maksud
untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum di dalam
rumusan Pasal 423 KUHP itu merupakan suatu bijkomend oogmerk. sehingga oogmerk
atau maksud tersebut tidak perlu telah terlaksana pada waktu seorang pelaku
selesai melakukan perbuatan-perbuatan yang terlarang di dalam pasal ini.
Dari rumusan
ketentuan pidana yang diatur dalam
Pasal 423 KUHP di atas, dapat diketahui bahwa yang dilarang di dalam
pasal ini ialah perbuatan-perbuatan dengan menyalahgunakan kekuasaan memaksa
orang lain:
a. untuk menyerahkan sesuatu;
b. untuk melakukan suatu pembayaran;
c. untuk menerima pemotongan yang dilakukan terhadap suatu
pembayaran;
d. untuk melakukan suatu pekerjaan untuk pribadi pelaku.
Perbuatan-perbuatan
dengan menyalahgunakan kekuasaan memaksa orang lain untuk menyerahkan sesuatu,
melakukan suatu pembayaran, menerima pemotongan yang dilakukan terhadap suatu
pembayaran dan melakukan suatu pekerjaan untuk pribadi pelaku itu merupakan
tindak-tindak pidana materil, hingga orang baru dapat berbicara tentang selesai
dilakukannya tindak-tindak pidana tersebut, jika akibat-akibat yang tidak
dikehendaki oleh undang-undang karena perbuatan-perbuatan itu telah timbul atau
telah terjadi. Karena tidak diberikannya kualifikasi oleh undang-undang
mengenai tindak-tindak pidana yang diatur dalam Pasal 423 KUHP, maka timbullah
kesulitan di dalam praktik mengenai sebutan apa yang harus diberikan pada
tindak pidana tersebut.
Sejak
diperkenalkannya kata pungutan liar oleh seorang pejabat negara, tindak-tindak
pidana yang dimaksudkan dalam Pasal 423 KUHP sehari-hari disebut sebagai
pungutan liar. Pemakaian kata pungutan liar itu ternyata mempunyai akibat yang
sifatnya merugikan bagi penegakan hukum di tanah air, karena orang kemudian
mempunyai kesan bahwa menurut hukum itu seolah-olah terdapat gradasi mengenai
perbuatan- perbuatan memungut uang dari rakyat yang dilarang oleh
undang-undang, yakni dari tingkat yang seolah-olah tidak perlu dituntut menurut
hukum pidana yang berlaku hingga tingkat yang seolah-olah harus dituntut
menurut hukum pidana yang berlaku, sedang yang dewasa ini biasa disebut
pungutan liar itu memang jarang membuat para pelakunya diajukan ke pengadilan untuk
diadili, melainkan cukup dengan diambilnya tindakan-tindakan disipliner atau
administratif terhadap mereka, padahal kita semua mengetahui bahwa yang disebut
pungutan liar itu sebenarnya merupakan tindak pidana korupsi seperti yang
antara lain diatur dalam Pasal 12 huruf e dan f Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2001.
Kebiasaan tidak
mengajukan para pegawai negeri yang melanggar larangan-larangan yang diatur
dalam Pasal 423 atau Pasal 425 KUHP Jo. Pasal 12 Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2001 ke pengadilan untuk diadili, dan semata-mata hanya mengenakan
tindakan-tindakan administratif terhadap mereka itu perlu segera dihentikan,
karena kebiasaan tersebut sebenarnya bertentangan dengan beberapa asas.
3. Pasal 425 KUHP
Kejahatan-kejahatan yang diatur dalam Pasal 425 KUHP yakni
menerima atau melakukan pemotongan terhadap suatu pembayaran seolah-olah
merupakan utang kepada dirinya atau kepada pegawai negeri yang lain atau kepada
sesuatu kas umum dan lain-lain, yang dilakukan oleh pegawai negeri dalam
menjalankan tugas jabatannya.
Perbuatan-perbuatan yang dilarang dalam pasal ini:
a. Pegawai Negeri yang di dalam menjalankan tugas jabatannya
meminta, menerima, atau melakukan pemotongan terhadap suatu pembayaran
seolah-olah merupakan utang kepada dirinya atau kepada pegawai negeri yang lain
atau kepada sesuatu kas umum, sedang ia mengetahui bahwa utang seperti itu
sebenarnya tidak ada;
b. Pegawai Negeri yang di dalam menjalankan tugas jabatannya
meminta atau menerima jasa-jasa secara pribadi atau penyerahan-penyerahan
seolah-olah orang berutang jasa atau penyerahan seperti itu, sedang ia
mengetahui bahwa utang seperti itu sebenarnya tidak ada;
c. Pegawai Negeri yang
di dalam menjalankan tugas jabatannya menguasai tanah-tanah negara yang di
atasnya terdapat hak pakai bangsa Indonesia dengan merugikan orang yang berhak,
seolah-olah yang ia lakukan itu sesuai dengan peraturan-peraturan yang berlaku,
sedang ia mengetahui bahwa dengan melakukan tindakan seperti itu sebenarnya ia
telah bertindak secara bertentangan dengan peraturan-peraturan tersebut.
How to Play Baccarat - Worrione
BalasHapusBaccarat is one of the most popular 메리트 카지노 주소 card games in the world How to play Baccarat. If you're 바카라 사이트 going to 제왕 카지노 lose, there's something for everyone involved