Senin, 29 Februari 2016

The Relationship of Philosophy to Educational Practice - Educational Practice and Theory (Teori dan Praktek Pendidikan)

Pendidikan merupakan kegiatan yang hanya dilakukan manusia dengan lapangan yang sangat luas, yang mencakup semua pengalaman serta pemikiran manusia tentang pendidikan. Pendidikan sebagai suatu praktek dalam kehidupan seperti kegiatan ekonomi, kegiatan hukum, kegiatan agama, dan lain-lain. Selain itu pendidikan juga memiliki beberapa teori-teori yang digunakan sebagai landasannya.
a.       Praktek Pendidikan
Menurut Redja M. (Depdikbud: IKIP Bandung, 1991), praktek pendidikan adalah seperangkat kegiatan bersama yang bertujuan membantu pihak lain agar mengalami perubahan tingkah laku yang diharapkan. Praktek pendidikan dapat dilihat dari tiga aspek, yaitu aspek tujuan, aspek proses, kegiatan, dan aspek dorongan (motivasi). Tujuan praktek pendidikan adalah membantu pihak lain mengalami perubahan tingkah laku fundamental yang diharapkan. Proses kegiatan merupakan seperangkat kegiatan sosial/bersama, usaha menciptakan peristiwa pendidikan dan mengarahkannya, serta merupakan usaha secara sadar atau tidak sadar melaksanakan prinsip-prinsip pendidikan. Dorongan atau motivasi untuk melaksanakan praktek pendidikan muncul karena dirasakan adanya kewajiban untuk menolong orang lain. Praktek pendidikan dapat membahayakan bagi perkembangan harkat kemanusiaan apabila dilakukan tanpa didasarkan pada teori pendidikan atau filsafat pendidikan.
The Relationship of Philosophy to Educational Practice (Sumber : Issues and alternatives in educational philosophy, George R. Kight,1982: 33)

b.     Teori Pendidikan
Berbicara tentang manusia akan mencakup harkat, derajat, martabat, dan hak asasinya. Walaupun kita telah memahami berbagai teori pendidikan, namun kita tidak boleh beranggapan bahwa kita telah memiliki resep untuk menjalankan tugas dalam pendidikan. Sikun Pribadi (1980) mengemukakan bahwa pendidikan tidak boleh disajikan dalam bentuk resep atau aturan yang tetap untuk dijalankan. Karena hal yang terpenting adalah kepribadian dan kreativitas pendidik sendiri. Pendidikan (walaupun harus didukung oleh ilmu pendidikan atau pedagogik) dalam pelaksanaannya, lebih merupakan seni dari pada teori. Pendidikan memerlukan teori pendidikan, karena teori pendidikan akan memberikan manfaa sebagai beriku.
a)     Teori pendidikan dapat dijadikan sebagai pedoman untuk mengetahui arah dan tujuan yang akan dicapai;
b)  Teori pendidikan berfungsi untuk mengurangi kesalahan-kesalahan dalam praktek pendidikan. Dengan memahami teri kita akan mengetahui mana yang boleh dan mana yang tidak boleh; dan
c)     Teori pendidikan dapat dijadikan sebagai tolok ukur sampai di mana kita telah berhasil melaksanakan tugas dalam pendidikan.
Dari uraian di atas dieroleh hubungan fungsional antara filsafat dan teori pendidikan, yaitu:
a)  Filsafat, dalam arti filosofis merupakan satu cara pendekatan yang dipakai dalam memecahkan masalah pendidikan dan menyusun teori-teori pendidikan oleh para ahli;
b)    Filsafat, berfungsi memberi arah bagi teori pendidikan yang telah ada menurut aliran filsafat tertentu yang memiliki relevansi dngan kehidupan nyata; dan
Filsafat, dalam hal ini filsafat pendidikan, mempunyai fungsi untuk memberikan petunjuk dan arah dalam pengembangan teori-teori pendidikan menjadi ilmu pendidikan (pedagogik).

Jumat, 26 Februari 2016

The Spirit of Education by Ki Hajar Dewantara (Pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara)

Pendidikan merupakan segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup. Secara khusus, pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat, dan pemerintah, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan, yang berlangsung di dalam dan luar sekolah sepanjang hayat, untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat memainkan peranan dalam berbagai lingkungan hidup secara tepat di masa yang akan datang (Mudyaharjo, 2008: 3, 11). Ki Hajar Dewantara mendefinisikan pendidikan dengan tiga roh didalamnya. Roh-roh tersebut yaitu:
a.     Kemandirian
Manusia pada dasarnya merupakan makhluk yang berdiri sendiri dan bertanggung jawab atas eksistensinya. Hal ini juga mengimplikasikan bahwa seseorang tidak mempunyai hak untuk merampas kemandirian orang lain. Namun demikian, identitas seseorang tidak dapat terwujud tanpa sesame yang lain atau dalam relasi dengans sesamanya. Ada tiga unsur utama dalam kehidupan bersama manusia, yaitu:
a)  Lembaga yang mengatur hubungan interpersonal dari pribadi-pribadi yang sedang mengembangkan identitasnya.
b) Adanya kesadaran diri dari masing-masing pribadi untuk bekerjasama dan mencipatakan suasana yang kondusif untuk semua anggota yang tergabung dalam kerja sama itu untuk menjamin terlaksanya dialg dan hubungan interpersonal. Inilah yang dimaksud dengan disiplin yang tumbuh dari dalam atau tumbuh karena kesadaran yang tinggi dari anggota masing-masing (tucht).
c)   Dari kesadaran untuk perkembangan pribadi dan perkembangan kehidupan bersama terciptalah ketertiban (orde). Di sini kta lihat ketertiban sangat erat kaitannya dengan kesadaran pribadi dalam dialog interpersonal dalam suatu sistem kehidupan bersama yang tumbuh dari bawah karena kebutuhan bersama. Inilah tanggung jawab seseorang dalam kehidupan bersama dalam suatu masyarakat yang menghargai hak serta kewajiban masing-masing. Inilah prinsip demokratis sejati yang tumbuh dari bawah.
b.     Sistem Among
Sistem among mempunyai implikasi di dalam relasi anara pendidik dengan peserta didik. Pendidik bukanlah seorang dictator atau yang haus akan kekuasaan atau kehormatan pribadi, tetapi dengan suatu visi yang secara sukarela dan penuh dedikasi dalam membantu peserta didik untuk menemukan dirinya sendiri atau untuk dapa berdri sendiri atas kemampuannya sendiri.
c.     Prinsip Kebudayaan
Menurut Ki Hajar Dewantara, di dalam kebudayaan lokal telah berkembangan dan terakmulasi kebijakan-kebijakan pendidikan yang luhur (H.A.R. Tilaar&Riant Nugroho, 2012: 50-57).
                Dengan demikian, pendidikan menurut pandangan filsafat Ki Hajar Dewantara adalah proses menuju pada kemandirian  seorang pribad menju pembebasan dar iketidakberdayaan manusia yang memerlukan dialog dan hubungan interpersonal yang berdasarkan keputusan-keputusan etis di dalam habitus lokal menuju pada habitus nasional dan global.

Kamis, 25 Februari 2016

Why Is Human Called Animal Educandum and Animal Educabili? (Manusia dan Pendidikan)

Tentu saja manusia berbeda dengan binatang atau denga jenis makhluk hidup yang lain. Apakah makna pendidikan bagi manusia? Jawaban dari pertanyaan ini akan termuat dalam ensensi manusia. Berikut adalah beberapa hal yang penting tentang gambaran mengenai manusia.
a.   Manusia adalah satu-satunya makhluk yang dapat mewujudkan kemanusiaannya yang berbeda dengan dunia binatang karena manusia adalah makhluk yang memerlukan pendidikan. Tanpa pendidikan manusia tidak mungkin menjadi manusia atau mewujudkan kemanusiaannya. Inilah ungkapan manusia sebagai animal educandum.
b.    Manusia adalah animal educabili. Hal ini berarti bahwa manusia itu mempunyai potensi untuk dididik atau dikembangkan. Apabila manusia itu dilahirkan sudah sempurna, dia tidak memerlukan pendidikan lagi. Malaikat tidak perlu mendapatkan pendidikan tetapi manusia dngan serba ketidakberdayaannya memerlukan pendidikan sebagai suatu yang mutlak. Manusia diciptakan oleh Maha Pencipta dengan segala kesempurnaannya tetapi juga yang dilahirkan di dalam berbagai kelemahanya sebagai manusia, oleh sebab I uia memerlukan pendidikan untk mwujdkan kemanusiaannya sebagai potensi.
c.   Manusia adalah makhluk sosial. Dunia binatang juga mengenal kehdiupan sosial dalam kelompoknya tetapi hubungan yang ada dalam dunia binatang tidak sama dengan hubungan antarmanusia yang mengenal nilaimilai yang baik dan yang buruk atau penghayatan etika hanya dapat diperoleh hanya karena manusia dikaruniai kemampuan akal budi. Tanpa akal budi tidak mungkin dikembangkan kehidupan etika karena memerlukan pertimbangan-pertimbangan rasional dan emosional di dalam mengambil keputusan berdasarkan apa yang dianggap baik. Proses pendidikan merupakan suatu proses interaksi interpersonal dan oleh sebab itu proses pendidikan adalah proses dalam tataran sosial. Di dalam kaitan ini proses pendidikan yang bertujuan hanya untuk menelorkan pekerja-pekerja yang handal tetapu tanpa etika karena hanya untuk mengejar keuntungan semata-mata, bukanlah merupakan proses pendidikan yang sebenarnya. Selanjutnya, proses pendidikan sebagai proses interaksi antarmanusia mengeasumsikan bahwa manusia adalah makhluk sosial.
d.  Proses pendidikan terjadi dalam kehidupan masyarakat yang berbudaya. Kebudyaan manusia merupakan hasil interaksi dari anggota masyarakatnya yang kemudian diturunkan dari satu generasi ke generasi selanjutnya dengan proses perubahannya.
Apabila hakikat manusia sebagai makhlluk manusia yang dididik, yang mempunyai potensi untuk dididik, maka secara implisit pengakuan adanya kemampuan manusia untuk menjadi pendidik. Proses pendidikan bukannya suatu proses satu arah tetapi suatu proses dua arah antara pendidik dengan peserta didik. Jadi hakikat manusia tidak hanya sebagai animal educandum dan animal educabili tetapi juga animal educator (H.A.R. Tilaar&Riant Nugroho, 2012: 23-26).